Rokok adalah satu produk yang kontroversial. Di satu sisi, ia
ditentang oleh penggerak anti-merokok secara masif karena dianggap memicu
penyakit bagi perokok dan asapnya memaparkan keburukan bagi orang-orang
sekitar. Bahkan di beberapa wilayah, perokok dialienasikan, yakni hanya boleh
merokok di tempat terkucil, pengap dan jauh dari keramaian. Promosi dan iklan
rokok dibatasi penayangannya. Sebaliknya, rokok dikonsumsi oleh jutaan orang
sehingga melejitkan pemilik pabrik rokok raksasa dalam pucuk orang terkaya di
Indonesia. Pastinya menyumbang pendapatan negara dari sektor pajak (pita cukai
rokok). Jumlah produksi rokok tetap meraksasa, terbukti dengan semakin
banyaknya varian rokok dengan range harga yang luas. Karena itu, konsumen rokok
akan meliputi kalangan bawah sampai kelas sosial atas. Cara penjualannya sangat
luwes, bisa dibeli per-batang rokok, dan menyebar dari Ibukota sampai ke
pelosok gunung.
Sejarah rokok sangat panjang, entah mulai sejak kapan kebiasaan merokok
dimulai. Setidaknya suku Indian di benua Amerika melakukan ritual “merokok”
melalui tradisi “menghisap pipa
perdamaian” yang mengeluarkan asap sebagai tanda mengakhiri perselisihan.
Ini adalah sebuah antitesa dari “mengangkat
kapak peperangan” sebagai aba-aba dimulainya peperangan. Kemudian rokok
dapat dikenali dari berbagai jenis yang dapat dibedakan dari kemasan,
komposisi, cara mengkonsumsinya dan unsur filosofis yang terkandung di
dalamnya. Baca juga: 8 Jenis Rokok Yang Perlu Anda Ketahui
Terlepas dari kesetiaan perokok kepada jenis rokok tertentu, efek
adiktif dan di luar bahasan rokok sebagai status sosial seseorang serta sebagai
alat pergaulan, benda yang bahan utamanya adalah daun tembakau kering ini tetap
disukai banyak orang sampai waktu lama. Konsistensi dalam konsumsi rokok diduga
dapat dijadikan salah satu indikator ekonomi, yakni: kemampuan ekonomi mikro.
Ada dua hampiran yang digunakan, yaitu: Fluktuasi Harga; dan Perilaku
Konsumen. Dilakukan metode yang bersahaja: pengamatan secara sepintas
dengan sedikit sekali responden yang diambil secara kebetulan.
“Waaah.....gak ilmiah dong???”.
“Ya iya lah, lha wong ini baru
dugaan (bahkan bukan hipotesa yang layak uji). Yang nulis juga bukan ilmuwan
yeee.....”.
Kendati demikian terbersit harapan, bahwa dugaan-dugaan tersebut bisa
melahirkan gagasan untuk melakukan penelitian lebih mendalam dengan metodologi
yang mumpuni.
FLUKTUASI HARGA ROKOK
Harga eceran rokok cenderung naik secara periodik, tanpa
pemberitahuan, tanpa gonjang-ganjing dan tanpa demonstrasi. Paling-paling
konsumen sedikit protes ke pengecer, dimana sang pengecer sebelumnya telah
melakukan protes kepada toko grosir, dan pemilik toko telah melakukannya
jauh-jauh hari kepada distributor. Pergerakan harga yang berlangsung senyap itu
sama sekali tidak menarik perhatian media.
Kenaikan harga, mungkin dikaitkan dengan inflasi, awalnya ditandai
dengan perbedaan harga jual rata-rata antara satu warung dengan warung lainnya.
Oh ya, perokok akan berusaha keras mencari harga termurah untuk produk yang
sama dengan melakukan survei secara random. Dalam hitungan hari semua warung
akan menjual dengan harga sama. Contoh (saat ini minggu terakhir bulan Maret
2017): seminggu lalu sebungkus rokok merek dan jenis tertentu berharga Rp.
16.000,00. Hari ini ditemui selisih harga jual, sebuah warung tetap menjual Rp.
16.000,00 sedangkan di warung lainnya sebungkus rokok ditebus seharga Rp.
17.000,00. Diperkirakan dalam tidak lama lagi harga jual rata-rata di warung
akan mencapi Rp. 17.000,-.
Pada medio tahun 2016 rokok
yang sama berharga Rp. 14.000,00. Ketika pertama kali launching, tahun 2012, rokok tersebut ditebus seharga Rp.
12.500,00. Membandingkan harga tahun 2012 dengan 2017, maka terdapat eskalasi
harga sebesar rata-rata 5,6% per-tahun. Tingkat kenaikan harga tahun 2016 (Rp.
14.000,00) dibanding 2017 (Rp. 16.000,00) adalah sebesar 14,28 %. Bandingkan
dengan tingkat inflasi yang dipublikasi pemerintah. Amazing!
Inflasi tidak melulu menjadi perhatian pemerintah, pelaku ekonomi
skala besar dan pengamat ekonomi & keuangan. Namun bagi kita-kita orang
awam, man on the street, apa perlunya
menyikapi inflasi? Peningkatan inflasi berarti kuantitas dan atau kualitas
barang cenderung berkurang ketika ditukar dengan jumlah uang yang sama.
Indikator ini digunakan sebagai peringatan untuk berusaha lebih giat agar
pendapatan rumah tangga meningkat dan mengelola pengeluaran secara bijaksana.
PERILAKU KONSUMEN ROKOK
Perokok dipastikan tidak akan menghitung inflasi. Bagi mereka yang
berpenghasilan cukup, dimana pengeluaran untuk rokok relatif kecil di dalam
struktur belanja rumah-tangganya, maka kenaikan tersebut tidak terlalu
signifikan. Namun mereka yang memiliki kemampuan keuangan terbatas, kenaikan
harga rokok akan merubah perilaku pembelian rokok. Mungkin ia tidak setia
kepada merk dan jenis tertentu, tapi ia tetap setia merokok. Ia akan merubah
perilaku konsumsi rokok, sebagai salah satu bentuk adaptive behaviour.
Beberapa adaptasi yang dilakukan, diantaranya:
- Berhenti merokok. Barangkali ini upaya tersulit bagi pecandu rokok, namun akan menjadi saran terbaik untuk berhenti dari kecanduan terhadap rokok.
- Mengurangi konsumsi rokok, dari biasanya 2 bungkus per-hari menjadi 1 bungkus. Dari 1 bungkus menjadi ½ bungkus, atau bahkan beli rokok batangan.
- Substitusi, alias mengganti dengan rokok berjenis sama merek berbeda berharga lebih murah dengan jumlah sama (contoh: baru saja saya mengganti rokok seharga Rp. 16.000,00/bungkus dengan merek lain seharga Rp. 13.500,00 dengan jumlah batang rokok sama........hehehehe).
- Down grade, atau menurunkan kelas rokok. Dari rokok putih impor ke rokok putih lokal (mungkin sulit di dapat). Dari rokok putih ke rokok kretek mild. Dari rokok berfilter ke rokok kretek tidak non-filter. Dari rokok ber-merek terkenal ke rokok yang hanya dapat kita temui di pinggiran kota atau pelosok desa.
- Berhenti membeli rokok. Saat keiinginan merokok telah memuncak, berkunjunglah ke tetangga, ke pos ronda, ke rumah saudara dan kerabat, atau menyambangi teman-teman yang sedang berkumpul, lantas mulailah menghisap rokok yang mereka tawarkan. Memalukan, tapi ya gimana lagi?
- Membuat rokok tingwe, yakni merakit batang rokok dari tembakau rajang (slag) yang dilinting pada kertas rokok (papir/paper). Di pasaran. tembakau rajang tersedia berbagai pilihan jenis, rasa dan kualitas. Demikian juga kertas rokok. Gabus untuk filter rokok juga ada di pasaran. Selain melinting dengan tangan, ada baiknya beli alat pelinting rokok, yang sederhana terbuat dari kayu. Dengan alat ini bisa lebih banyak rokok diproduksi sendiri. Lama kelamaaan akan mahir dalam menggunakan alat, ahli dalam memilih tembakau yang baik, akhirnya terlatih meracik campuran tembakau dengan saus/rempah. Siapa tahu rokok yang awalnya untuk konsumsi sendiri bisa menarik minat teman-teman lainnya. Peluang ini jika ditekuni dapat menjadi potensi sumber pendapatan tambahan. Toh, pangsa pasarnya jelas. Jangan lupa, jika permintaan naik, pertimbangkan untuk mengurus perijinan, merek terdaftar, kemasan, pemasaran dan distribusi.
Pola konsumsi, jumlah dan merek rokok yang dibeli akan mengindikasikan
taraf hidup penduduk suatu daerah. Di perkotaan akan mudah ditemui di pasaran
merek-merek terkenal. Sebagian besar perokok perkotaan cenderung membawa sebungkus
rokok merek terkenal. Di pinggiran kota, pedesaaan sampai ke pelosok
perkampungan, rokok merek terkenal akan semakin sedikit jumlahnya. Kita lebih
mudah menemukan rokok dengan merek yang baru kita ketahui (ada rokok kretek
tanpa filter seharga Rp. 6.000,00 per-bungkus). Pabrikan rokok kelas low-end menyasar pemasaran ke wilayah
tersebut. Dengan harga murahpun, perokok di pelosok akan membelinya secara
batangan, jarang sebungkus. Hal ini bisa mengindikasikan taraf hidup rata-rata
penduduk desa rendah.
Bagi anda yang jeli, bisa membuka peluang mendistribusikan rokok kelas
menengah-bawah (dari pabrik-pabrik rokok kecil di Kudus atau Malang). Anda juga
bisa memasarkan rokok tingwe alias produksi sendiri yang telah berijin-edar ke
pelosok. Perlu effort besar, namun
kemauan yang kuat akan membuahkan hasil menakjubkan.
Jangan lupakan saya, ketika anda masuk dalam daftar orang terkaya
di Indonesia!
Selamat mencoba dan sukses untuk anda!
0 komentar:
Post a Comment