Seringkali orang berbicara tentang komitmen (comitment –bhs. Inggris) dalam berinteraksi dengan orang lain.
Dalam hubungan yang bersifat transaksi bisnis, komitment juga dinyatakan secara
tertulis, dalam bentuk antara lain: surat perjanjian atau kontrak, nota
kesepahaman (memorandum of understanding),
surat penawaran, surat pembelian barang. Namun praktek transaksional secara
tidak tertulispun juga kadang dilakukan di antara para pihak yang berniaga,
yang mendahulukan azas saling kepercayaan.
Menurut Kamus, commitment berarti “janji, tanggung-jawab” (Kamus Inggris
Indonesia – John M. Echols dan Hassan Shadily, Penerbit PT. Gramedia
Jakarta,1976). Pemahaman bebas lainnya adalah “tindakan yang menyatakan untuk mengambil tanggung jawab atau
kepercayaan” (Concise English Dictionary, edited by G.W. Davidson, M.A.
Seaton and J. Simpson, Wordswort Edition Ltd., 1988). Maka sering kita dengan
pernyataan: “Saya komit kok, saya akan
kirim barang sesuai pesanan tepat waktu....!!” Dalam kenyataannya, timbul
beberapa kasus wanprestasi dan ingkar janji, yang berakhir kepada perselisihan.
Dalam hal itu orang menyebutnya bahwa salah satu pihak telah menyalahi janji.
Lantas dipahami bahwa komitmen adalah suatu janji kepada pihak lain.
Benarkah “komitmen” identik dengan “janji”?
Seorang pengusaha, sebutlah namanya Badu, memenangkan pelelangan
pengadaan mebeler SD di lingkungan pemda sebuah Kabupaten. Ia memperoleh Surat
Perintah Mulai Kerja (SPMK) dan dokumen perjanjian lainnya. Berkas itu dikenal
sebagai komitmen tertulis antara
Pemberi Kerja (Dinas terkait di lingkungan Pemda) kepada Penyedia Barang dan
Jasa. Kendati di tataran pemahaman para rekanan pemda “komitmen” bisa berarti
sejenis gratifikasi yang diberikan kepada oknum pemda terkait proyek. Mengingat
bahwa Badu tidak memiliki workshop
khusus perakitan mebeler, iapun menggandeng si Fulan yang memang bergerak di
bidang penyediaan barang dimaksud. Badu dan Fulan bersepakat menjalin kerjasama,
dimana Badu sebagai pemesan / pembeli dan Fulan sebagai penjual yang membuat
dan mengirimkan barang pesanan sesuai spesifikasi, harga, tata-cara pembayaran,
dan waktu yang ditentukan bersama. Jabat Tangan menjadi penanda terjadinya
kesepakatan. Komitmen tidak tertulis
itu umum dikenal sebagai gentlement
agreement. Komitmen tertulis ataupun tidak sama-sama telah mengikat para
pihak agar mampu merealisasikan pernyataan-pernyataan yang disepakati.
Si Fulan merakit dan mengirim barang tahap pertama pada waktunya, maka
pembayaran sesuai termijn. Masalah
timbul manakala pengiriman selanjutnya (dan mestinya terakhir) terlunta-lunta.
Atas keterlambatan itu Fulan menyampaikan berbagai dalih dan alasan, yang dalam
bahasa ringkasnya berarti “tar-sok...tar-sok”
(ini salah satu escape clause populer
di kalangan para pengingkar janji dalam dunia usaha).Pertemuan dan diskusi
antara badu dan Fulan tidak menghasilkan solusi. Di sisi lain, Badu telah
berkomitmen secara tertulis kepada pemberi kerja (Pemda) dan users (para Kepala
Sekolah Dasar) dalam rentang waktu yang diperjanjikan, dimana demi
pemenuhannya, Badu mengupayakan sumber ketersediaan barang lain dalam waktu
segera, kendati tindakan itu akan merugikannya karena harga perolehan menjadi
lebih mahal.
Kisah fiksi ringkas di atas mengilustrasikan penerapan komitmen yang kerap
ditemui dalam praktek usaha sehari-hari. Memang kadang terjadi deviasi antara
realisasi dan rencana, dan jika terjadi maka para pihak yang bersepakat bisa
mencari solusi secara bersama-sama. Solusi itu mungkin saja menjadi lebih mahal
harganya, kendati kelak menghasilkan business
value yang lebih tinggi yakni berupa: kepercayaan (trust). Untuk mendapatkan kepercayaan kembali tidak dapat ditukar
dengan 1001 alasan apapun. Karena pihak yang kecewa hanya akan mentejemahkan
alasan sebagai ketidak-mampuan. Kemudian komitmen bisa dipahami sebagai bukan
sekedar janji kepada pihak lain, namun pernyataan janji dan mengambil
tanggung-jawab kepada diri sendiri untuk melaksanakan perilaku terbaik dalam
rangka memenuhi kepercayaan yang telah diberikan oleh orang / pihak lain.
Dalam ilustrasi kasus di atas seyogyanya
pernyataan yang digunakan adalah seperti ini: “I am committed to be best vendor who delivers all the excellent goods
on time”.
Jika muncul sebab yang mengakibatkan kegagalan pencapain (achievement) maka lakukanlah pengakuaan (admiring): “Oke, saya
ternyata gagal mengirimkan barang yang sesuai tepat pada waktunya.....”.
Buatlah pernyataan janji yang lebih baik (a bigger promises) yang mengandung
kepastian demi mendapatkan kepercayaan kembali dari pemberi kerja: “Untuk itu, Saya telah memesan barang dari
pabrik Anu yang memproduksi barang yang dikenal kualitasnya prima dalam waktu
kurang dari satu minggu..”.
Itulah salah satu road-map membangun kegiatan usaha yang profesional dan sustainable.
Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment